Minggu, 10 Agustus 2014

Gelap itu Bernama Menunda

Pertama dimulai dengan ta'awuz dan basmalah.

Di hari-hari yang lalu ada mimpi-mimpi yang dirajut begitu indah. Setidaknya di mata pembuatnya karena beda cara pandang bisa berbeda keindahan. Rasa-rasanya tampak gemerlap walau telihat sederhana. Di hari selanjutnya genggaman ini akan penuh dengan segala capaian. Itu rasa-rasanya. Bagi beberapa orang yang kini telah berada dalam proses suksesnya -- bukan puncak sukses agar tidak ada turun sukses -- indahnya gerlap mereka semakin indah dan gemerlap. Tapi bagi yang kelamaan ia kusam dan kemudian cenderung menghilang hingga akhirnya ada yang kembali membangkitkan.

Dilihat kemudian dipikir dan direnung ternyata salah satu sebab indah itu kemudian kusam bahlan hilang adalah sebuah gelap. Awalnya sebuah kemudian dua enam dan akhirnya jari tak lagi dapat menghitung. Ya, gelap itu disebut menunda. Ini adalah penyakit dan ini bisa menjangkiti seluruh makhluk yang disebut manusia. Ia mampu merangsek hingga aspek terdalam manusia.

Hal ini ternyata yang menyakiti sang pemilik mimpi sederhana nan indah itu. Awalnya hanya satu tunda untuk mengejar ia memilih hanya berjalan. Ternyata kemudian disadari bahwa ia telah ada di ujung jalan dan dengan segala hal yang tertinggal tak terbawa olehnya. Mau tak mau ia harus kembali jika ia ingin membawa serta segala mimpinya kemudian berlari lebih kencang untuk mengejar segala hal yang telah tertinggal. Ia masih ingin menang karena menurutnya ia lahir untuk menang. Semoga Penyakitnya ini benar-benar hilang darinya dan kita semua dilindungi dari penyakit ini hari ini maupun kemudian hari.

Rabu, 30 Juli 2014

Dua Kali Tidak Ada Perpanjangan

Beberapa hari lalu, tepatnya beberepa saat sebelum berbuka puasa terakhir ada yang berkecamuk dalam dada. Ada gundah karena kemungkinan itu ada hari teakhir kebersamaan bersama Ramadhan tahun ini. Rasanya belum banyak momen yang aku habiskan bersamanya. Satu yang selalu aku bisikkan dalam do'a pertemukan aku dengan momen berikutnya, walaupun pasti ini tak lagi sama.
Kata mereka seluruh Indonesia kali ini akan merayakan Idul Fitri bersamaan. Dan kepastiannya akan diumumkan setelah magrib hari itu setelah orang-orang paham di atas sana melakukan persidangan. Satu lagi kubisikkan dalam do'aku berharap akan ada perpanjangan kebersamaanku dengan Ramadhan kali ini. Walau itu jika hanya sehari. Hati ini sangat perharap hasil sidang para orang pintar di sana mengatakan menggenapkan Ramadhan menjadi 30 hari.
Sambil menunggu hasil, kuputuskan menghabiskan waktu menunggu berbuka di masjid bersama Ummi tercinta. Berharap dapat melengkapi warna berbeda bersama Ramadhan ini. Masa menungguku ditemani hujan cukup deras seolah mengerti isi hatiku yang agak gerimis. Kuharap ada perpanjangan bisikku lagi dalam hati. Singkat cerita, setelah sholat magrib akhirnya jelaslah sudah. 'Tidak ada perpanjangan' kata ini menghentak-hentak di dada seiring pengumuman marbot masjid yang mengumumkan hasil sidang isbat. Sebagian orang di sekitarku berteriak gembira. Saat itu aku tak tau apakah harus bergembira, yang jelas sedih cukup mendominasi hati ini. Mungkin karena kebersamaanku dengan Ramadhan ini tidak kunikmati dengan maksimal. Ampuni Hamba Ya Rabb.

Itu lalu ..
Kini 'Tidak Ada perpanjangan' kembali menggetarkan dada ini. Hal ini  saya rasakan ketika membuka sosial media, kalimat ini seolah menghantui. Ya ini adalah peringatan dini yang dibuat oleh advokasi BEM UNJ terkait bayaran SPP dan UKT. Ini adalah hal baru memang dan sangat mengganggu kenyamanan dalam menikmati sosial media. Terus terang sebagai mahasiswa yang selalu membayar di akhir saya cukup tersinggung. Saya berusaha maklum dengan niat baik kakak-kakak di sana agar mahasiswa ingat dengan kewajibannya tapi ada beberapa hal yang mengganggu saya sehingga sifat bawel saya muncul (baca: kritisi).
Pertama, kita -maksunya saya- yang suka belakangan bayaran tidak pernah dengan sengaja mengundur pembayaran. Kita -maksudnya saya- akan selalu bayar sebelum hari H.
Kedua, BEM UNJ dalam hal ini advokasi BEM UNJ terasa berkurang rasa keberpihakannya terhadao mahasiswa. Dengan gembar-gembor tidak ada perpanjangan seolah-oleh menjadi pelindung pihak birokrat. Saya ingat tahun lalu kakak-kakak BEM UNJ sering bertanya apakah sudah bayaran apa belum baik secara personal maupun umum, bahkan beberapa sengaja mengakhirkan bayaran mereka agar bisa pasang badan jika terjadi hal-hal yang tidak sesuai skenario sehingga fungsi pelayanan advokasi lebih terasa.
ketiga, fungsi advokasi semakin tidak jelas. Selama ini terdengar di sekitar telinga ini bahwa advokasi fungsinya cuma pas bayaran itupun cuma buat bikin perpanjangan walaupun saya tahu ketika penerimaan mahasiswa baru advokasi berusaha melayani maba tapi mungkin ini tidak terasa secara bagi mahasiswa seluruhan jadi tidak terlihat. Dengan adanya deklarasi perpanjangan fungsi advokasi secara praktis semakin tidak menjangkau mahasiswa UNJ.
Jika disimpulkan berdasarkan suara-suara yang beredar jadi begini:
"Kalau memang ngga ada perpanjangan ya ngga usah neror keleus. Kasian yang yang udah pontang-panting kesana kemari waktu bertanya kepastian beasiswa kapan turun jawabnya ngga tahu. Kalau memang ngga ada perpanjangan ya ngga perlu sesumbar. Kasian menghabiskan waktunya mengabdikan dirinya dikampus dengan segala amanah, waktu bertanya jika skenario terburuk tidak bisa bayaran harus gimana? jawabnya coba cari pinjaman seolah meminjam itu adalah hal yang sangat mudah. Pertanyaan itu terlontar mungkin tidak membutuhkan solusi hanya menginginkan kenyamanan hati."

Jadi, menurut saya tidak ada seorangpun mahasiswa yang kuliahnya terhalang karena bayaran. Dan tidak ada yang sengaja mengakhirkan bayaran kecuali mungkin kakak-kakak yang tadi. Jika memang tidak ada perpanjangan "the belakangan gengs" ini akan mengusahakan sekuat tenaga dengan atau tanpa bantuan dari orang kampus. Mereka -mungkin terkhusus saya pribadi- akan menerima seperti halnya menerima kepergian Ramadhan. Tulisan ini hanya berdasarkan sisi saya dan para "the belakangan gengs" yang saya dengar. Saya hanya hamba Allah yang penuh dosa yang pasti menyisipkan kesalahan di sana-sini. Jika ada yang merasa tersakiti mohon dimaafkan.

~ Wallahu a'lam bishowab ~

Kamis, 05 Juni 2014

Dakwah Kampus Cita-cita dan Realita

Sebelum berbicara mengenai realita atau cita-cita, mungkin saya akan bercerita (karena ini essay bebas jadi aku cerita aja ya ^^\/). Saya akan bercerita tentang arti dakwah terutama dakwah kampus bagi saya. Saya sudah tahu tentang sejak kecil sekadar tahu tentu tidak akan cukup sehingga kemudian saya mulai memahami. Awalnya yang saya tahi adalah islam adalah agama saya dan agama satu-satunya agama yang benar dengan segala nilai-nilai dan aturan yang harus dijalankan.  Setelah beranjak dewasa entah kapan tepatnya saya mulai memahami bahwa agama ini tidak cukup dipegang dan disimpan sendiri, harus disebar ke seluruh dunia. Di sinilah saya mulai memahami dakwah. Suasana sekitar yang cukup kondusif membuat saya ingin mencicipi, mungkin tidak bisa dibilang dakwah karena sejak dulu saya ingin menjadi kakak akhwat yang cantik dan hebat-hebat seperti yang saya lihat maupun saya baca di cerpen atau novel yang saya baca. Singkat cerita akhirnya saya memasuki dunia yang baru, dunia yang selama ini hanya ada sebagai teori dalam otak saya, dunia kampus. Awalnya saya pikir dakwah itu ya sekadar ikut lembaga dakwah dan semacamnya. Namun ternyata tidak semudah itu. Harus ada gerak jamaah yang sinergis dan saya menjadi bagian itu bukan hanya menjadi bagian orang-orang yang hal-hal yang sepertinya berjalan begitu saja padahal ada ‘rekayasa’ matang dan rapi di balik semuanya.
Jadi bagi saya dakwah kampus adalah suatu track dalam dunia dakwah yang di dalamnya berjalan para pemuda cerdas secara tingkat pendidikan yang disebut mahasiswa dan ini adalah bagian dari proses penyebaran islam keseluruh dunia sebagai rahmatalil’alamin.
Cita-cita dakwah kampus, terus terang sebelum tugas ini di berikan saya ternyata selama ini tidak pernah memperhatikan hal ini. Bahwa tentu saja dakwah ini harus memiliki suatu cita-cita agar ia sampai pada tujuan tidak berjalan di tempat. Saya pernah mendengar bahwa tujuan dari dakwah kampus adalah menyediakan stok da’i tangguh yang siap berdakwah di masyarakat dalam berbagai sector kelak. Dan saya rasa saya setuju pada cita-cita ini dan mungkin memang ini seharusnya cita-cita dakwah kampus. Ketika kita berdakwah di kampus berharap kampus kita ‘futuh’ mungkin ini cita-cita masih terlalu kecil. Ketika kita bercita-cita tersedianya stok da’i bagi masyarakat maka otomatis pada saat itu kampus sudah mencapai tahap itu.
Namun kenyataannya, bahkan mencapai kampus madani atau mencapai tahap ‘futuh’ tidak bisa dibilang dekat. Dakwah kita masih sibuk megurusi sebaiknya begini sebaiknya tidak begini. Dakwah kita masih sibuk dengan ini kader kampus, ini kader sekolah dan sebagainya, kita masih sibuk dengan kok begini atau kok begitu. Mungkin saya terlalu lancing untuk berkata kita mungkin lebih tepatnya saya masih sibuk dengan hal-hal tersebut sehingga urusan-urusan dakwah yang sejati tak jarang terabaikan. Astagfirullah. Wallahu A’lam Bishowab.

Selasa, 06 Mei 2014

Ini Prosa Seminggu Lalu

Kali ini kita bicara cinta, tema yang tak akan habis dalam kata-kata. Bermula seminggu lalu dalam rentetan tanpa persiapan. Hanya adalah langkah-langkah berantakan dalam persiapan dalam tas yang amburadul. Namun biar begitu, di sinilah mula cinta akhirnya bicara. Cinta dalam buaian dunia yang akan menebar cinta nan kan tumbuh dalam melangit membumi.

Kemudian roda bergulir dalam hiruk riuh rendah. Roda yang bermula bak lambat tanpa tahu di mana rasa akan merambat. Puluhan meter tanah Jawa mulai di lewati, pandangan mata mulai tak henti haus menatap tumbuh merasuki cinta yang tak henti.

Kemudian tersadar cinta tumbuh, pada pijakan pertama dalan panjang tatapan semula. Tanah berpijak yang luas tak cukup di peluk pandang. Ini tanah Indonesia nan indah luar biasa. Ciptaan Rabbku yang Maha pecinta. memekarkan cinta bagai bait-bait prosa. Prosa seminggu lalu kuberi nama

Sabtu, 08 Maret 2014

Bisa Tersenyum Kemudian Merenung, Ternyata Dunia Tak Hanya Selebar Daun Kelor

Rasanya perjalanan pagi yang menampakkan mentari ini begitu panjang. Entah karena dering yang berbunyi entah sejak kapan bahkan mungkin sejak belum ada setitik pun cahaya di ufuk petanda fajar kan menyingsing. Dering itu sebentar terdengar khawatir sesaat kemudian terasa mulai menakutkan dan digelayuti rasa bersalah. Warui okasan :(

Kemudian tapak-tapak harus maju. Kuputuskan ia jatuh mengguyur menelisik seluruh jengkal, centi, nahkan mili. ada harap ia membawa seluruhnya rasa bersalah dan dosa-dosa yang mungkin datang dengan sengaja. Bahkan lembar bolak-balik kuhabis tanpa sisa dengan seujung embun yang  terkadang muncul di sudut ruang itu. Sudahlah telah kusiapkan tempat terjun teraman yang pernah ada di sana ada gadis dan pemuda. Kemudian sesaat senyumku terkulum.

Tiga kemudian tak menyatu dan kemudian dalam pencernaan berputar-putar. Ada ruang berlarian membuat dingin yang berkucuran air. Mungkin karena terpisah sehingga tak ada semburan kata yang mengatur kemudian melupakan. Mengalihkan yang terlupakan. Namun roda terus berlari. Yang  berlarian kemudian makin kencang makin tak beraturan. Sekitar hitungan jam ia kembali tenang mengejar yang manis yang di sana. Sehingga gelak kemudian memberi persembahan.

Apalagi, tentunya gelak dapat menyemburkan kata-kata pun. Kemudian sesekali khawatir mengintip dan kemudian meneguhkan, "ya sudah hanya perlu menghadapi." Sudahlah kemudian titik. kemudian pintu dipenuhi hiruk-pikuk sepertinya ada banyak tawa di sana dan menyempatkan diri untuk tersenyum. Lega.

Istimewa. Tiada yang lain tentunya entah itu apa. Pasti tak akan terganti pastinya. Kusebut keluarga bahagia. Tak mungkin akan sama seamanya kurasa tapi ada selalu ada makna dan tentulah itu artinya. Kemudian asap mengepul membubuhkan wangi tanpa ada sisa. Sebeumnya ada gadis dan ibunya. Katanya nyaris menyemburat darah pada tangannya. hhe ada-ada saja :).

Tak lama setelahnya seteah takbir menggema delapan laskar berbaris. Relatif memang dalam rapinya. Tadinya ada sedikit umbar di mana-mana.tentu membawa uasan senyum yang membahana. Kupikir tadi akan terbang mengikuti asa ternyata kalah oleh jumita. sudahlah ;D ya kemudian turun temaram senja tanpa kata-kata. Gemunung mulai naik mecapai puncaknya mungkin esok sebelum senja. Namun senja ini tiada terkira. Si sulung menebar asa ia kan ada dimana-mana. Setidak langkah pertama dimulai esok. Ya intinya Gambarimasu ;D

Akan Terengah-engah Kemudian Turun Mesin

Beberapa waktu lalu ketik apel siaga para calon wakil rakyat itu berkata untuk mengencangkan ikat pinggang di detik-detik terakhir. Namun kemudian salah satu di antara mereka mengingatkan jangan sampai karena terlalu semangat kemudian setelah peperangan ini usai malah turun mesin. Hal itu kembali terngiang beberapa waktu terakhir. Ada grafik yang sangat tidak stabil yang mungkin sangat mengkhwatirkan. Ketika suatu ketika sekitar menantang dan menuntut maka ia akan terus naik hingga nyaris melewati batas. Terkadang ada teriakan khawatir "hati-hati turun mesin" namun yang lain menyahut "lalu kalau bukan sekarang kapan lagi?" kemudian menit ke empat puluh sembilan lewat tengah malam ada yang berbisik lirih inikah turun mesin?

Barusan ada yang berceloteh pernahkah kita melakukan qiyamullail karena beratnya beban dakwah? Sesaat berikutnya ada tekuk yang mengerut kemudian menciut. Ketika kaki masih ingin berlari namun kemudian menyemburkan butir-butir lelah yang terengah-engah apakah ini baik? Kemudian teringat akan ada amukan di balik sana hanya karena, bukan, bukan hanya karena tiba-tiba semangat itu mengerdil. Terkadang terpikir apakah segalanya harus terpaut kemudian rasa bersalah itu harus terkait panjang melintasi partikel-partikel udara sejauh sekian kilometer. Lalu, entahlah.

Kemudian sejenak aku merenung kemudian dengan yakin mengangkat kepala. Ada banyak yang harus dikerjakan. Bisa dibilang tak ada waktu untuk terengah ataupun turun mesin. Pencipta itu maha sempurna tentu tak ada cacat pada kreasinya. Berharap mampu tentu akan mampu walaupun akan bermakna ganda. Ruang sempit yang tak bertepi kemudian menjadi titisan embun yang berharap akan membawa semi yang berbunga. Tak apalah dalam ribuan tanda tanya tapi kupikir ia akan indah jika sesaat dalam sesaat kemudian sesaat. Tapi satu hal bagaimana dengan amukan yang pasti datang esok hari? -,-

Kamis, 06 Maret 2014

Mungkin ini Satu dari Ribuan Bahkan Jutaan Langkah

Rintik hujan menemaniku pulang setelah menemani seorang kakak berbelanja di raihan. Sebenarnya ada kecamuk pikiran yang berputar-putar di dalam kepalaku. Entahlah. Mungkin karena hari ini telah kutekadkan menjadi manusia yang lebih maju. Tanpa terasa tiga tahunku lenyap tanpa ada apa pun yang kudapat. Bagaikan mengumpulkan air dengan kedua tangan, ia terbawa namun tek lama setelahnya hilang tumpah entah ke mana. Hari dosen meracau tentang berbagai teori dan berbagai nama orang yang asing ditelingaku. Entah memang aku yang terlalu dungu, atau memang telah banyak yang telah kulewatkan dalam hari-hari bahan tahunan kuliahku. Namun rasaku membiarkan kuliahku lewat begitu saja. Biasanya pasti ada kesan yang kudapat atau setidaknya akan ada rasa familiar jika bertemu setelahnya. Seperti seseorang yang dikenalkan oleh seorang teman dan sempat berbincang panjang setelahnya. Namun pada hari ini tak ada kesan sama sekali. Entahlah. Setidaknya satu hal yang mulai kupatri dalam hatiku, pekerjaan rumahku masih sangat banyak. Sebelum gelar sarjana sastra melekat dibelakang namaku aku tak boleh terlalu dungu bahkan dikata bodoh oleh kehidupan mendatang. Satu hal aku harus sering bergemul dengan buku dan perpustakaan.

Selanjutnya setelah perkuliahan yang membuat hati dan pikirangku terbang kesana kemari menyusun strategi sampailah aku pada suatu titik. Hidup sebagai manusia itu tak selamanya mudah. Kadang di dalam hati aku berpikir hanya senyum yang kupunya sehingga kuingin setiap orang merasakan senyumku. Namun di sisi lain aku tahu aku punya hal lain yang lebih berharga mungkin lebih mahal dari mutiara di lautan. Kemudian dalam sekejap segalanya terasa semua sampah bahkan hingga seulas senyumku. Seolah semuanya akan berakhir dengan getir bahkan mungkin kelak ada beribu air mata.

Dari sekian ribu kecamuk akhirnya kuakui akan ada bintang-bintang yang akan berjatuhan. cepat atau lambat bahkan ia bisa datang secepat kilat dan menjatuhi kepalaku. Ia mungkin akan menjatuhiku bertubi-tubi hingga kepalaku berlubang kemudian memenuhi seluruh isi benakku. Namun itu membuat sekelumit lebih kilat meraja-raja di hatiku dan itu mungkin rasanya sendu. Kemudian kuputuskan untuk diam lalu memenuhi jemariku untuk memainkan lagu kemudian menari ke sana ke mari hingga mungkin kemudian lelah. Dan akhirnya kuakui ini memang bagian dari jutaan langkah itu. ~