Kamis, 05 Juni 2014

Dakwah Kampus Cita-cita dan Realita

Sebelum berbicara mengenai realita atau cita-cita, mungkin saya akan bercerita (karena ini essay bebas jadi aku cerita aja ya ^^\/). Saya akan bercerita tentang arti dakwah terutama dakwah kampus bagi saya. Saya sudah tahu tentang sejak kecil sekadar tahu tentu tidak akan cukup sehingga kemudian saya mulai memahami. Awalnya yang saya tahi adalah islam adalah agama saya dan agama satu-satunya agama yang benar dengan segala nilai-nilai dan aturan yang harus dijalankan.  Setelah beranjak dewasa entah kapan tepatnya saya mulai memahami bahwa agama ini tidak cukup dipegang dan disimpan sendiri, harus disebar ke seluruh dunia. Di sinilah saya mulai memahami dakwah. Suasana sekitar yang cukup kondusif membuat saya ingin mencicipi, mungkin tidak bisa dibilang dakwah karena sejak dulu saya ingin menjadi kakak akhwat yang cantik dan hebat-hebat seperti yang saya lihat maupun saya baca di cerpen atau novel yang saya baca. Singkat cerita akhirnya saya memasuki dunia yang baru, dunia yang selama ini hanya ada sebagai teori dalam otak saya, dunia kampus. Awalnya saya pikir dakwah itu ya sekadar ikut lembaga dakwah dan semacamnya. Namun ternyata tidak semudah itu. Harus ada gerak jamaah yang sinergis dan saya menjadi bagian itu bukan hanya menjadi bagian orang-orang yang hal-hal yang sepertinya berjalan begitu saja padahal ada ‘rekayasa’ matang dan rapi di balik semuanya.
Jadi bagi saya dakwah kampus adalah suatu track dalam dunia dakwah yang di dalamnya berjalan para pemuda cerdas secara tingkat pendidikan yang disebut mahasiswa dan ini adalah bagian dari proses penyebaran islam keseluruh dunia sebagai rahmatalil’alamin.
Cita-cita dakwah kampus, terus terang sebelum tugas ini di berikan saya ternyata selama ini tidak pernah memperhatikan hal ini. Bahwa tentu saja dakwah ini harus memiliki suatu cita-cita agar ia sampai pada tujuan tidak berjalan di tempat. Saya pernah mendengar bahwa tujuan dari dakwah kampus adalah menyediakan stok da’i tangguh yang siap berdakwah di masyarakat dalam berbagai sector kelak. Dan saya rasa saya setuju pada cita-cita ini dan mungkin memang ini seharusnya cita-cita dakwah kampus. Ketika kita berdakwah di kampus berharap kampus kita ‘futuh’ mungkin ini cita-cita masih terlalu kecil. Ketika kita bercita-cita tersedianya stok da’i bagi masyarakat maka otomatis pada saat itu kampus sudah mencapai tahap itu.
Namun kenyataannya, bahkan mencapai kampus madani atau mencapai tahap ‘futuh’ tidak bisa dibilang dekat. Dakwah kita masih sibuk megurusi sebaiknya begini sebaiknya tidak begini. Dakwah kita masih sibuk dengan ini kader kampus, ini kader sekolah dan sebagainya, kita masih sibuk dengan kok begini atau kok begitu. Mungkin saya terlalu lancing untuk berkata kita mungkin lebih tepatnya saya masih sibuk dengan hal-hal tersebut sehingga urusan-urusan dakwah yang sejati tak jarang terabaikan. Astagfirullah. Wallahu A’lam Bishowab.