Rabu, 29 Juli 2015

Nasibku Nasibmu Nasib Kita Semua

Setiap kita semestinya setiap hari meluangkan waktunya merenung Merenung yang bukan melamun. Merenung untuk buat bangun dan mampu meraih palung. Coba untuk liat sekeliling agar kita mampu sadar tentang apa yang terjadi sehingga tidak hanya atis dengan dunia baru yang tercipta dengan hentakan-hentakan jempol di hadapan nyalang yang tak kunjung redup.

Sadarkah kita telah banyak yang terjadi dalam waktu yang tak panjang ini. Sadarkah kita bahwa barangkali sekitar kita mulai jumud dengan keberadaan kita yang tak kunjung mampu mengenali segala macam fitrah yang semestinya ada dan melekat permanen pada seonggok daging yang disebut manusia ini.

Pada saat lalu beberapa waktu setelah pesta yang katanya milik rakyat yang penuh gemerlap usai, Pada saat roda-roda kendaraan dibiarkan mengelinding berdasarkan harga pasar Pada saat si petani lembaran kertas dibukakan pintunya masuk dalam lahan gembur tanpa pandang siapa leluhur. Dan akhirnya pada saat ini himpitan dan jepitan mulai terasa menyesakkan dan menghasikan kalimat "karena pada saat waktu lalu hal terjadilah hal ini ..."

Kalimat ini sempat menancap dalam kalbu dan menhasilkan penghakiman yang tak bisa disebut salah. Kemudian kalimat ini mudah terlepas dari mulut yang akhirnya melayang dalam perbincangan melalui selular tanpa kabel. Tak hanya gejala sosial yang muncul tak lama tanpa disadari sang Pandir atau Sang Pura-Pura. Kemudian muncul gejala kejumudan sekitar melalui semburan-semburan ke permukaan, maupun hentakan dan ayunan di dalam dasar.


Merenunglah, mungkin satu sisi sudut pandang seseorang yang komplain pada seorang Ali mengenai kesemrawutan yang terjadi pada masa kepemimpinannya terlihat benar dan masuk akal. Namun, di sisi lain jawaban Ali atas komplain tersebut juga sangat menohok kalbu dan nurani. Kemudian, Rabb Penguasa menyatakan tidak akan ada perubahan nasib yang akan berubah kecuali tanpa perubahan dari sang empunya nasib. Merenunglah untuk nasibku nasibmu nasib kita semua. ~

Selasa, 28 Juli 2015

Merajut Jalan lebih Panjang yang Tampak Lebih Sepi

sumber: google.com
Aku adalah segala hal yang akan tertulis dalam setiap baris-baris huruf ini. Di antara ramainya biji-biji yang mulai berlompatan menemukan pot-pot yang telah mereka temukan dengan kerja keras. Sedang aku tak mampu menemukannya dan kusadari ada sisi hati yang belum siap tuk hadapi lompatan yang tampaknya agak mengerikan.

Kini kusadari jalanan ini mulai tampak sepi biji-biji kebanyakan telah mampu menemukan dan lompat menemukan potnya masing-masing. Sekilas kumulai ketakutan akan kesepian dan sendiri. Sekilas rasanya sendiri dan sepi tampak sangat menakutkan dan mengerikan dari lompatan-lompatan yang harus kulakukan untuk mencari da mencapai pot-pot milik kami.

Kemudian, aku belajar bahwa jalanku mungkin sedikit lebih panjang. Lompatan yang aku lakukan mungkin lebih banyak dan lebih berkeringat. Namun aku sadar bahwa agar mampu tumbuh baik pada pot yang kupilih harus ditopang oleh banyak hal. Kemudian aku yakinkan bahwa aku tertinggal bukan untuk layu dan mati dalam pot yang kutemukan kelak.

Aku harus melompat lebih tinggi untuk menemukan pot terbaik, tak hanya itu dalam potku juga harus diisi oleh tanah gembur yang cocok denganku. Aku harus berlatih agar terbiasa dengan jenis tanah apapun yang akan menjadi tempat tinggalku di pot itu kelak. Harus kupastikan agar aku bisa tumbuh besar dan terus besar dalam pot tersebut.

Akhirnya, aku yakin dengan jalan yang kupilih. Meskipun lebih panjang dan akhirnya sepi adalah untuk memastikan dapat tumbuh besar ditempatku tumbuh kelak. Hilangkan rasa takut dan pastikan napas harus panjang agar mampu memeluk asa dan tumbuh hijau dan mampu menyebar buah manis pada siapapun yang akan memapasiku kelak.


/Semangat ya buat teman-teman yang lagi sibuk pemberkasan wisuda. Selamat tumbuh di pot-pot kalian :)