Akhirnya ujian nasional sma akhirnya selesai. Lega? Tidak juga. Selain deg-degan menunggu hasil un nya keluar, saya juga resah. Ada beberapa persoalan membuat saya sedih kecewa dan jengkel juga. Bagaimana tidak kenyataan yang harus saya hadapi benar-benar membuat miris. Ini opini mengenai ujian nasional:
-ujian nasional tahun kemarin sekolah kami tidak lulus 4 orang kata mereka karena itu merupakan angkatan pertama kelulusan dan sekolah kami belum terakreditasi dan masih "numpang" ujian kesekolah lain maka jatah ketidaklulusan sekolah induk dipindahkan kesekolah kami, dan anak-anak yang tidak lulus tsb adalah hasil pengocokan random.
-tiap anak di seluruh indonesia (kata salah seorang guru sekolah tetangga) telah "dimodalin" tiga poin jadi misalnya nilainya 5 jadi 8.
Menurut saya kalau ini benar, apa ini bisa meningkatkan mutu pendidikan indonesia.sama saja ini pembodohan buat apa ujian nasional.
Masalah kecurangan, barusan saya nonton tvone, talkshow dengan bambang sudibyo. Pak mentri berkata peningkatan nilai un akan meningkatkan kwalitas siswa. Dengan un ini siswa akan terpacu mengejar standar. Benarkah?? Katanya kecurangan hanya terjadi di daerah. Benarkah??
Fakta di sekitar saya sebagai peserta ujian nasional:
- siswa-siswa sma peserta ujian nasional yang saya kenal (teman saya) akan melakukan segala hal untuk bisa lulus yang kata mereka adalah untuk "masa depan" mereka. Kata mereka ngga mungkin mereka harus mengorbankan masa depan mereka hanya karena ujian nasional. Curang untuk kebaikan sekali2 ngga papa lah (nauzubillah).
Bagaimana jadi generasi indonesia masa depan. Dan guru-guru juga bertanggung jawab akan ini, terutama pengawas ujiannya. Pada hari terakhir ujian kimia tenyata pengawas ujian saya guru kimia teman saya kegirangan. Ternyata pengawas tsb ketika kami ujian juga mengerjakan soal tsb dan diakhir-akhir ujian jawaban akan diberi pada murid yang bertanya.
Dahsyat kan??
Saya sempat smsan dg beberapa teman di sma negri. Teman saya yang di sma 3 setia budi jakarta yang terlontar di awal sms "dil gimana pengawasnya. Bisa bebas ngga?".
Ini terjadi setelah ujian nasional hari pertama yang kelas saya waktu itu belum melakukan kecurangan dan pengawasnya bukan guru bidang studi yang di ujian kan.jadi saya jawab "kita tadi ujiannya santai pengawasnya diam-diam aja".
kontan teman saya menjawab,"gila dil,ini kan buat masa depan kita.emang serba salah sih.tapi maw gimana lagi.ngga' papa kali asal hati-hati aja.jangan sampai ketahuan".
Nah lho?? Saya jadi bingung. Pada hari kedua ketika teman saya sudah mendapatkan kunci jawaban yang katanya dari teman yang punya kenalan di diknas. Saya sms lagi teman saya di setia budi. Disana kunci jawaban ada g? Dan ternyata seperti dugaan.
Saya penasaran, sms teman saya yang di sumatra apakah ada pembagian kunci jawaban? Jawabannya sama "ada". Setiap kali saya bertanya pada teman yang peserta un. Jawabannya tetap tak berubah.
Jadi saya simpulkan kasus kecurangan2. Kunci jawaban bocor. Pengawasan tidak ketat hampir terjadi di seluruh sekolah di indonesia. Saya bertambah yakin karena berita-berita di tv.
Ujian nasional yang awalnya bertujuan baik jadi ajang mendidik generasi koruptor. Standarisasi boleh-boleh saja tapi kalau dari kongkalikong atau sikut sana sikut sini, sama saja bohong.
Iya nih kami dari sekolah islam susah payah untuk menerapkan supaya tidak ada yang mencontek atau curang, tapi aparat dari diknas justru mencontohkan yg tdk baik. Ketika pertukaran pengawas antara sekolah kami dg sklh lain akan membawa kisah kecurangan yg justru dlkkan oleh oknum diknas ws
BalasHapusKayanya kecurangannya juga distandarisasi
BalasHapus