Sebelum berbicara mengenai realita atau cita-cita,
mungkin saya akan bercerita (karena ini essay bebas jadi aku cerita aja ya ^^\/).
Saya akan bercerita tentang arti dakwah terutama dakwah kampus bagi saya. Saya sudah
tahu tentang sejak kecil sekadar tahu tentu tidak akan cukup sehingga kemudian
saya mulai memahami. Awalnya yang saya tahi adalah islam adalah agama saya dan
agama satu-satunya agama yang benar dengan segala nilai-nilai dan aturan yang
harus dijalankan. Setelah beranjak
dewasa entah kapan tepatnya saya mulai memahami bahwa agama ini tidak cukup
dipegang dan disimpan sendiri, harus disebar ke seluruh dunia. Di sinilah saya
mulai memahami dakwah. Suasana sekitar yang cukup kondusif membuat saya ingin
mencicipi, mungkin tidak bisa dibilang dakwah karena sejak dulu saya ingin
menjadi kakak akhwat yang cantik dan hebat-hebat seperti yang saya lihat maupun
saya baca di cerpen atau novel yang saya baca. Singkat cerita akhirnya saya
memasuki dunia yang baru, dunia yang selama ini hanya ada sebagai teori dalam
otak saya, dunia kampus. Awalnya saya pikir dakwah itu ya sekadar ikut lembaga
dakwah dan semacamnya. Namun ternyata tidak semudah itu. Harus ada gerak jamaah
yang sinergis dan saya menjadi bagian itu bukan hanya menjadi bagian
orang-orang yang hal-hal yang sepertinya berjalan begitu saja padahal ada ‘rekayasa’
matang dan rapi di balik semuanya.
Jadi bagi saya dakwah kampus adalah suatu track dalam dunia dakwah yang di
dalamnya berjalan para pemuda cerdas secara tingkat pendidikan yang disebut
mahasiswa dan ini adalah bagian dari proses penyebaran islam keseluruh dunia
sebagai rahmatalil’alamin.
Cita-cita dakwah kampus, terus terang sebelum tugas
ini di berikan saya ternyata selama ini tidak pernah memperhatikan hal ini. Bahwa
tentu saja dakwah ini harus memiliki suatu cita-cita agar ia sampai pada tujuan
tidak berjalan di tempat. Saya pernah mendengar bahwa tujuan dari dakwah kampus
adalah menyediakan stok da’i tangguh yang siap berdakwah di masyarakat dalam
berbagai sector kelak. Dan saya rasa saya setuju pada cita-cita ini dan mungkin
memang ini seharusnya cita-cita dakwah kampus. Ketika kita berdakwah di kampus
berharap kampus kita ‘futuh’ mungkin
ini cita-cita masih terlalu kecil. Ketika kita bercita-cita tersedianya stok da’i
bagi masyarakat maka otomatis pada saat itu kampus sudah mencapai tahap itu.
Namun kenyataannya, bahkan mencapai kampus madani
atau mencapai tahap ‘futuh’ tidak
bisa dibilang dekat. Dakwah kita masih sibuk megurusi sebaiknya begini
sebaiknya tidak begini. Dakwah kita masih sibuk dengan ini kader kampus, ini
kader sekolah dan sebagainya, kita masih sibuk dengan kok begini atau kok begitu. Mungkin
saya terlalu lancing untuk berkata kita mungkin lebih tepatnya saya masih sibuk
dengan hal-hal tersebut sehingga urusan-urusan dakwah yang sejati tak jarang
terabaikan. Astagfirullah. Wallahu A’lam
Bishowab.